Saat kembali ke peraduan kulihat Pak Parno sudah telentang di ranjang.
Agak malu-malu aku masuk ke kamar tidur ini, apalagi setelah melihat
sosok tubuh Pak Parno itu. Dia menatapku dari ekor matanya, kemudian
memanggil, 'Sini Dik Mar .. ', uh uh .. Omongan seperti itu .. masuk
ketelingaku pada saat macam begini ..aku merasakan betapa sangat
terangsang seluruh syaraf-syaraf libidoku. Aku, istri yang sama sekali
belum pernah disentuh lelaki lain kecuali suamiku, hari ini dengan
edannya berada di kamar motel dengan seseorang, yaitu Pak Parno, yang
Pak RT kompleks rumahku, yang bahkan jauh lebih tua dari suamiku, bahkan
hampir 2 kali usiaku sendiri. Dan panggilanya yang ..'Sini Dik Mar',
itu .. terasa sangat erotis di telingaku.
Aku inilah yang disebut
istri nyeleweng. Aku inilah istri yang selingkuh..uh uh uh .. Kenapa
begitu dahsyat birahi yang melandaku kini. Birahi yang didongkrak oleh
pengertiannya akan makna selingkuh dan aku tetap melangkah ke dalamnya.
Birahi yang dibakar oleh pengertian nyeleweng dan aku terus saja
melanggarnya. Uhh .. aku nggak mampu menjawab semuanya kecuali rasa
pasrah yang menjalar .. Dan saat aku rubuh ke ranjang itu, yang kemudian
dengan serta merta Pak Parno menjemputku dengan dekapan dan rengkuhan
di dadanya, aku sudah benar-benar tenggelam dalam pesona dahsyatnya
istri yang nyeleweng dan selingkuh, yang menunggu saat-saat lanjutannya
yang akan dipenuhi kenikmatan dan gelinjang yang pasti sangat hebat bagi
istri penyeleweng pemula macam aku ini.
'Dik Mar .. Aku sudah
lama merindukan Dik Mar ini. Setiap kali aku lihat itu gambar bintang
film Sarah Ashari yang sangat mirip Dik Mar .. Hatiku selalu terbakar ..
Kapann aku bisa merangkul Dik Mar macam ini ..'.
Bukan main ucapan
Pak Parno. Telingaku merasakan seperti tersiram air sejuk pegunungan.
Berbunga-bunga mendengar pujian macam itu. Dan semakin membuat aku rela
dan pasrah untuk digeluti Pak Parno yang gagah ini. Pak Parnoo
..Kekasihkuu.. Dia balik dan tindih tubuhku.
Dia langsung melahap
mulutku yang gelagapan kesulitan bernafas. Dia masukkan tangannya ke
blusku. Dirangkulinya tubuhku, ditekankannya bibirnya lebih menekan
lagi. Disedotnya lidahku. Disedotnya sekaligus juga ludahku. Sepertinya
aku dijadikan minumannya. Dan sungguh aku menikmati kegilaannya ini.
Kemudian tangannya dia alihkan, meremasi kedua susuku yang kemudian
dilepaskannya pula. Ganti bibirnyalah yang menjemput susuku dan
puting-putingnya. Dia jilat dan sedotin habis-habisan. Dan yang datang
padaku adalah gelinjang dari saraf-sarafku yang meronta. Aku nggak mampu
menahan gelinjang ini kecuali dengan rintihan yang keluar dari mulutku
..Pakee ..Pakee .. Pakee ..ampun nikmattnya Pakee..
Tangannya
yang lepas dari susuku turun untuk meraih celana jeansku. Dilepasi
kancing celanaku dan dibuka resluitingnya. Tangannya yang besar dan
kasar itu mendorongnya hingga celanaku merosot ke paha. Kemudian tangan
itu merogoh celana dalamku. Aaaiiuuhh.. tak terperikan kenikmatan yang
mendatangi aku. Aku tak mampu menahan getaran jiwa dan ragaku. Saat-saat
jari-jari kasar itu merabai bibir kemaluanku dan kemudian meremasi
kelentitku ..aku langsung melayang ke ruang angkasa tak bertepi.
Kenikmatan .. sejuta kenikmatan .. ah .. Selaksa juta kenikmatan Pak
Parno berikan padaku lewat jari-jari kasarnya itu.
Jari-jari itu
juga berusaha menusuk lubang vaginaku. Aku rasakan ujungnya-unjungnya
bermain di bibir lubang itu. Cairan birahiku yang sudah menjalar sejak
tadi dia toreh-toreh sebagai pelumas untuk memudahkan masuknya
jari-jarinya menembusi lubang itu. Dengan bibir yang terus melumati
susuku dan tangannya merangsek kemaluanku dengan jari-jarinya yang terus
dimainkan di bibir lubang vaginaku ..Ohh.. kenapa aku ini ..Ooohh.. Mas
Adit .. maafkanlah akuu .. Ampunilahh .. istrimu yang nggak mampu
mengelak dari kenikmatan tak bertara ini .. ampunilah Mas Adit .. aku
telah menyelewengg .. aku nggak mampuu maass ..
Pak Parno terus
menggumuli tubuhku. Blusku yang sudah berantakan memudahkan dia
merangsek ke ketiakku. Dia jilati dan sedoti ketiakku. Dia nampak sekali
menikmati rintihan yang terus keluar dari bibirku. Dia nampaknya ingin
memberikan sesuatu yang nggak pernah aku dapatkan dari suamiku.
Sementara jari-jarinya terus menusuki lubang vaginaku.
Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka birahi dia kutik-kutik,
hingga aku serasa kelenger kenikmatan. Dan tak terbendung lagi, cairan
birahiku mengalir dengan derasnya.
Yang semula satu jari, kini
disusulkan lagi jari lainnya. Kenikmatan yang aku terimapun bertambah.
Pak Parno tahu persis titik-titik kelemahan wanita. Jari-jarinya
mengarah pada G-spotku. Dan tak ayal lagi. Hanya dengan jilatan di
ketiak dan kobokan jari-jari di lubang vagina aku tergiring sampai titik
dimana aku nggak mampu lagi membendungnya. Untuk pertama kali disentuh
lelaki yang bukan suamiku, Pak Parno berhasil membuatku orgasme.
Saat
orgasme itu datang, kurangsek balik Pak Parno. Kepalanya kuraih dan
kuremasi rambutnya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan kuhunjamkan kukuku ke
punggungnya. Aku nggak lagi memperhitungkan bagaimana luka dan rasa
sakit yang ditanggung Pak Parno. Pahaku menjepit tangannya, sementara
pantatku mengangkat-angkat menjemputi tangan-tangan itu agar jarinya
lebih meruyak ke lubang vaginaku yang sedang menanggung kegatalan birahi
yang amat sangat. Tingkahku itu semua terus menerus diiringi racau
mulutku.
Dan saat orgasme itu memuncratkan cairan birahiku aku
berteriak histeris. Tangan-tanganku menjambret apa saja yang bisa
kuraih. Bantalan ranjang itu teraduk. Selimut tempat tidur itu terangkat
lepas dan terlempar ke lantai. Kakiku mengejang menahan kedutan
vaginaku yang memuntahkan spermaku. "Sperma" perempuan yang berupa
cairan-cairan bening yang keluar dari kemaluannya. Keringatku yang
mengucur deras mengalir ke mataku, ke pipiku, kebibirku. Kusibakkan
rambutku untuk mengurangi gerahnya tubuhku dalam kamar ber AC ini.
Saat
telah reda, kurasakan tangan Pak Parno mengusap-usap rambutku yang
basah sambil meniup-niup dengan penuh kasih sayang. Uh .. Dia yang
ngayomi aku. Dia eluskan tangannya, dia sisir rambutku dengan
jari-jarinya. Hawa dingin merasuki kepalaku. Dan akhirnya tubuhku juga
mulai merasai kembali sejuknya AC kamar motel itu.
'Dik Mar, Dik
Mar hebat banget yaa hh.. Istirahat dulu yaa..?!, Saya ambilkan minum
dulu yaahh ..', suara Pak Parno itu terasa menimbulkan rasa yang teduh.
Aku nggak kuasa menjawabnya. Nafasku masih ngos-ngosan. Aku nggak pernah
menduga bahwa aku akan mendapatkan kenikmatan sehebat ini. Kamar motel
ini telah menyaksikan bagaimana aku mendapatkan kenikmatan yang pertama
kalinya saat aku menyeleweng dari kesetiaanku pada Mas Adit suamiku
untuk disentuhi dan digumuli oleh Pak Parno, Pak RT kampungku, yang
bahkan juga sering jadi lawan main catur suamiku di saat-saat senggang.
Mas Adit .. Ooohh .. maass ..maafkanlah aakuu .. maass..
Sementara
aku masih terlena di ranjang dan menarik nafas panjang sesudah
orgasmeku tadi, Pak Parno terus menciumi dan ngusel-uselkan hidungnya ke
pinggulku, perutku. Bahkan lidah dan bibirnya menjilati dan menyedoti
keringatku. Tangannya tak henti-hentinya merabai selangkanganku. Aku
terdiam. Aku perlu mengembalikan staminaku. Mataku memandangi
langit-langit kamar motel itu. Menembusi atapnya hingga ke awang-awang.
Kulihat Mas Adit sedang sibuk di depan meja gambarnya, sebentar-sebentar
stip Staedler-nya menghapus garis-garis potlod yang mungkin disebabkan
salah tarik.
Mungkin semua ini hanyalah soal perlakuan. Hanyalah
perlakuan Mas Adit yang sepanjang perkawinan kami tidak sungguh-sungguh
memperhatikan kebutuhan biologisku. Lihat saja Pak Parno barusan, hanya
dengan lumatan bibirnya pada ketiakku dan kobokkan jari-jarinya yang
menari-nari di kemaluanku, telah mampu memberikan padaku kesempatan
meraih orgasmeku. Sementara kamu Mas, setiap kali kamu menggumuliku
segalanya berjalan terlampau cepat, seakan kamu diburu-buru oleh
pekerjaanmu semata. Kamu peroleh kepuasanmu demikian cepat.
Sementara
saat nafsuku tiba dengan menggelegak, Mas Adit sudah turun dari ranjang
dengan alasan ada yang harus diselesaikan, si anu sudang menunggu, atau
si anu besok mau pergi dan sebagainya. Kamu ternyata sekali sangat
egois. Kamu biarkan aku tergeletak menunggu sesuatu yang tak pernah
datang. Menunggu Mas Adit yang hanya memikirkan kebutuhannya sendiri.
Yang aku nggak tahu kapan itu datangnya .. Sepertinya aku menunggu
Godotku .., menunggu sesuatu yang aku tahu nggak akan pernah datang
padaku ..
'Dik Marni capek ya ..', bisikkan Pak Parno membangunkan aku dari lamunan.
'Nggak
Pak. Lagi narik napas saja .. Tadi koq nikmat banget yaa .., sedangkan
Pak Parno belum ngapa-apain padaku .. Pakee .. Pak Parno juga hebat lhoo
.. Baru di utik-utik saja aku sudah kelabakkan .. Hi hi hi ..', aku
berusaha membesarkan hati Pak Parno yang telah memberikan kepuasan tak
terhingga ini.
Rupanya Pak Parno hanya ingin nge-cek bahwa aku
nggak tertidur. Dengan jawabanku tadi dengan penuh semangat dia turun
dari ranjang. Dia lepasin sendiri kemejanya, celana panjangnya dan
kemudian celana dalamnya. Baru pertama kali ini aku melihat lelaki lain
telanjang bulat di depanku selain Mas Adit suamiku. Wuuiihh .. aku
sangat tergetar menyaksikan tubuh Pak Parno.
Pada usianya yang
lebih dari 55 tahun itu, sungguh Pak Parno memiliki tubuh yang sangat
seksi bagi para wanita yang memandangnya. Perutnya nggak nampak
membesar, dengan otot-otot perut yang kencang. Bukit dadanya yang sangat
menantang menunggu gigitan dan jilatan perempuan-perempuan binal. Dan
yang paling membuatku serasa pingsan adalah .. kontolnya .. Aku belum
pernah melihat kontol lelaki lain .. Kontol Pak Parno sungguh-sungguh
merupakan kontol yang sangat mempesona dalam pandanganku saat ini.
Kontol itu besar, panjang, keras hingga nampak kepalanya berkilatan dan
sangat indah. Kepalanya yang tumpul seperti helm tentara Nazi, sungguh
merupakan paduan erotis dan powerful. Sangat menantang. Dengan sobekan
lubang kencing yang gede, kontol itu seakan menunggu mulut atau kemaluan
para perempuan yang ingin melahapnya.
Sesudah telanjang Pak
Parno juga menarik pakaianku, celana jeansku yang sedari tadi masih di
separoh kakiku, kemudian blus serta kutangku dilepasnya. Kini aku dan
Pak Parno sama-sama telanjang bulat. Pak Parno rebah di antara pahaku.
Dia langsung nyungsep di selangkanganku. Lidahnya menjilati kemaluanku.
Waduuiihh .. Ampunn .. Kenapa cara begini ini nggak pernah aku dapatkan
dari Mas Aditt ..
Lidah kasar Pak Parno menusuk dan menjilati
vaginaku. Bibir-bibir kemaluanku disedotinya. Ujung lidahnya berusaha
menembusi lubang vaginaku. Pelan-pelan nafsuku terpancing kembali. Lidah
yang menusuk lubang vaginaku itu membuat aku merasakan kegatalan yang
hebat. Tanpa kusadari tanganku menyambar kepala Pak Parno dan jariku
meremasi kembali rambutnya sambil mengerang dan mendesah-desah untuk
kenikmatan yang terus mengalir. Tanganku juga menekan-nekan kepala itu
agar tenggelam lebih dalam ke selangkanganku yang makin dilanda
kegatalan birahi yang sangat. Pantatku juga ikut naik-naik menjemput
lidah di lubang vaginaku itu.
Tak lama kemudian, Pak Parno
memindahkan dan mengangkat kakiku untuk ditumpangkan pada bahunya.
Posisi seperti itu merupakan posisi yang paling mudah bagi Pak Parno
maupun bagi aku. Dengan sedikit tenaga aku bisa mendesak-desakkan
kemaluanku ke mulut Pak Parno, dan sebaliknya Pak Parno tidak kelelahan
untuk terus menciumi kemaluanku. Terdengar suara kecipak mulut Pak yang
beradu dengan bibir kemaluanku. Dan desahan Pak Parno dalam merasakan
nikmatnya kemaluanku tak bisa disembunyikan.
Posisi ini membuat
kegatalan birahiku semakin tak terhingga hingga membuat aku
menggeliat-geliat tak tertahankan. Pak Parno sibuk memegang erat-erat
kedua pahaku yang dia panggul. Aku tidak mampu berontak dari
pegangannya. Dan sampai pada akhirnya dimana Pak Parno sendiri juga
tidak tahan. Rintihan serta desahan nikmat yang keluar dari mulutku
merangsang nafsu birahi Pak Parno tidak bisa terbendung.
Sesudah
menurunkan kakiku, Pak Parno langsung merangkaki tubuhku. Digenggamnya
kontolnya, diarahkan secara tepat ke lubang kemaluanku. Aku sungguh
sangat menunggu detik-detik ini. Detik-detik dimana bagiku untuk pertama
kalinya aku mengijinkan kontol orang lain selain suamiku merambah dan
menembus memekku. Seluruh tubuhku kembali bergetar, seakan terlempar
ke-awang-awang. Sendi-sendiku bergetar .. menunggu kontol Pak Parno
menembus kemaluanku .. Aku hanya bisa pasrah .. Aku nggak mampu lagi
menghindar dari penyelewengan penuh nikmat ini .. Maafin aku Mas Adit ..
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar